Daftar Blog Saya

Kamis, 27 November 2014

Pembuatan Tahu Dari Biji Turi (sesbania Gandiflora)

Ini adalah Salah satu Tugas Akhir ku di bangku Pendidikan Strata satu dengan Program Studi Teknik Kimia, yang ku tempuh di Universitas Pembangunan Nasional "veteran" Yogyakarta.
Hasil penelitian yang ku lakukan di laboratorium Bahan Makanan, Teknik Kimia yang kulakukan bersama partner ku Patriotama Alex El Nino.
Laporan penlitian ini sudah lama kita seminarkan dan sudah di revisi,\.
Kali ini mau ku bagikan kepada pembaca Blog ku.
Kiranya bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan kalian semua
"karena Belajar Bisa dimana saja dan dari mana saja sumbernya "





LAPORAN SEMINAR PENELITIAN
PEMBUATAN TAHU DARI BIJI TURI (Sesbania grandiflora)



Disusun Oleh :
Maria Oktaviani Da Ula / 121090025
Patriotama Alex El Nino /121090167





PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL  “VETERAN” YOGYAKARTA
2014









HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN
PEMBUATAN TAHU DARI BIJI TURI (Sesbania grandiflora)




Disusun oleh :
Maria Oktaviani Da Ula / 121090025
Patriotama Alex El Nino /121090167






      Dosen Pembimbing I                                                             Dosen Pembimbing II
                       



Ir. Endang Sulistyowati, MT                                                           Ir. Gunarto, MS





KATA PENGANTAR


          Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmatnya, sehingga penyususn dapat melaksanakan penelitian dan dapat menyusun laporan penelitian. Penelitian ini merupakan serangkaian tugas akhir yang harus dilaksanakan oleh setiap mahasiswa sebagai salah satu syarat selesainya tugas belajar tingkat strata I di program studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
          Penulisan laporan penelitian ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari banyak pihak yang sangat berarti bagi penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.         Ir. Endang Sulistyowati, MT, selaku dosen pembimbing pertama
2.         Ir. Gunarto, MS, selaku dosen pembimbing kedua
3.      Kepala lab. Bidang makanan dan seluruh staf lab. bidang makanan yang telah mengizinkan memakai lab. Bidang makanan dan membantu hingga selesainya penelitian ini.
4.         Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moral dan material
5.         Teman-teman angkatan 2009 Teknik Kimia UPN “V” Yogyakarta yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis.


Yogyakarta, Oktober 2014

Penulis


INTISARI



            Bahan makanan mengandung protein banyak didapat dari hewani dan tumbuh-tumbuhan.  Salah satu jenis makanan yang mengandung protein adalah tahu yang terbuat dari kacang kedelai. Namun akhir-akhir ini harga kedelai melambung tinggi di pasaran akibat naiknya harga dolar terhadap rupiah dan kurangnya kebijakan pemerintah dalam menangani konsumsi kedelai dalam negeri, menyebabkan harga kedelai melambung tinggi. Untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang mengandung protein, biji turi dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kacang kedelai. Biji turi mengandung protein yang cukup tinggi ± 38,56 %. Dengan kandungan protein yang cukup tinggi biji turi dapat diolah menjadi tahu.
            Biji turi sebelum diolah menjadi tahu dianalisis kadar air, lemak dan proteinnya. Biji turi kering ditimbang sebanyak 50 gr, kemudian direndam selama 12 jam untuk menghilangkan bau langu (bau khas pada tumbuh-tumbuhan). Biji turi ditiriskan untuk mengurangi kadar airnya. Biji turi hasil rendaman dihaluskan dengan penambahan air sebanyak 800 ml. Larutan biji turi disaring untuk memisahkan ampas yang terkandung didalam larutan tersebut. Kemudian, larutan biji turi dipanaskan serta diaduk secara perlahan dengan variasi suhu (50; 55; 60; 65; 70; 75) °C dan variasi waktu (10; 20; 30; 40; 50; 60) menit. Waktu pemanasan dimulai saat suhu yang diinginkan tercapai. Larutan tersebut ditambahkan asam asetat 50 %  untuk pengaturan PH secara variatif yaitu (3; 4; 4,5; 5; 5,5; 6). Gumpalan yang terbentuk dari pemanasan larutan biji turi disaring dengan kain saring dan dimasukkan ke dalam cetakan yang berlubang-lubang dibagian bawah dan sampingnya sambil ditekan selama 1 jam dengan beban seberat 5 kg. Setelah itu, tahu yang terbentuk dianalis kadar proteinnya      
Dari hasil analisis tahu biji turi diperoleh waktu pemanasan optimum adalah 30 menit, derajat keasaman (pH) optimum penggumpalan adalah 4,5, suhu optimum penggumpalan protein tahu adalah 65°C dengan kadar protein sebesar 10,10%.






BAB I
PENDAHULUAN


1.1.           Latar Belakang

            Bahan makanan yang mengandung protein banyak didapatkan dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Harga bahan makanan yang mengandung protein hewan tergolong mahal sehingga masyarakat lebih memilih mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung protein nabati. Di kalangan masyarakat kebutuhan protein nabati banyak didapatkan dari makanan olahan yang berbahan baku kacang kedelai. Dengan naiknya harga dolar terhadap rupiah dan kurangnya kebijakan pemerintah dalam menangani konsumsi kedelai dalam negeri, membuat harga kedelai melambung tinggi. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri, pemerintah  harus mengimpor kedelai dari luar negeri.
Untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang mengandung protein, biji turi dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kacang kedelai. Protein yang terdapat pada biji turi lebih tinggi dari pada protein yang terdapat pada kacang kedelai, kacang mohr dan kacang tunggak (Handjani, 1994). Biji  turi mengandung  protein sebesar 36,21 %. Sehingga biji turi bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan makanan yang mengandung protein tinggi. Pohon turi (Sesbania grandiflora) banyak terdapat di daerah iklim tropis. Di Indonesia biji turi dibiarkan begitu saja dan kurang dimanfaatkan karena ketidaktahuan masyarakat terhadap kandungan protein yang banyak terdapat pada biji turi. Selama ini tahu terbuat dari kacang kedelai. Tahu merupakan bentuk variasi olahan makanan yang mengandung protein nabati yang tinggi, sehingga bisa dikonsumsi oleh vegetarian. Selain itu tahu bisa dimanfaatkan untuk memulihkan kesehatan bagi penderita tekanan darah tinggi dan diabetes. Dalam penelitian ini tahu dibuat dari biji turi, dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan protein dalam masyarakat.

1.2.       Tujuan Penelitian

            Membuat tahu dari biji turi dengan variabel waktu, pH dan suhu. Sehingga menghasilkan tahu dengan kadar protein yang optimum.

1.3.       Tinjauan Pustaka

1.3.1. ` Biji Turi

Biji Turi yang berasal dari pohon turi (Sesbania grandiflora) banyak tumbuh di wilayah yang beriklim tropis khusunya di kawasan Asia Tenggara. Di  Indonesia, pohon turi mempunyai banyak manfaat mulai dari akar, batang, daun hingga biji turi sehingga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun biji turi kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Biji turi termasuk jenis kacang-kacangan yang berbiji bulat berwarna kecoklatan. Pemanfaatan biji turi masih sangat sedikit. Biji turi yang sudah tua hanya dibiarkan berjatuhan. Kualitas biji turi ditentukan oleh kadar air yang terkandung didalamnya. Biji turi yang kering di pohon dinyatakan mempunyai kualitas yang lebih baik dari pada biji turi yang dikeringkan oleh manusia,(anekaplanta.wordpress.com)
Biji turi tidak dimanfaatkan oleh masyarakat karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kandungan nilai gizi pada kacang turi. Biji turi memiliki kandungan protein yang tinggi dan baik bagi kebutuhan tubuh manusia. Berikut lampiran beberapa jenis pangan sumber protein nabati
(perbandingan kandungan 100 gram)
No
Parameter
Biji Turi (%)
Kacang Kedelai (%)
Kacang Kor
(%)
Kacang Tunggak
(%)
Kacang Hijau
(%)
Kacang Bogor
 (%)
1
Air
10,14
7.5
67
11
10
10
2
Lemak
7,10
18.1
0,7
1,1
1,2
6,0
4
Protein
36,21
34,9
8,3
22,9
22,2
16
4
Kalsium
0.90
0,23
-
0,077
0,127
-
(Handjani, 1994)
Dari data tabel 1.1. di atas, dapat diketahui perbandingan kandungan nilai gizi. Kandungan protein di dalam biji turi lebih tinggi dibandingkan kacang lainnya. Biji turi dapat diolah sebagai bahan makanan yang mengandung protein yang baik bagi tubuh.

1.3.2.  Tahu

Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Kata tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu, teu-hu/tokwa. Kata tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu, orang menggunakan kacang kedelai kuning (putih) yang disebut wong-teu (wong = kuning). Hu/kwa itu artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua istilah itu digabungkan menjadi tahu. Pengertian tahu adalah makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi bubur (http://tautauenak.wordpress.com).
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycne max) dengan prinsip pengendapan protein, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (SNI 1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai yang telah dipisahkan dari bagian yang tidak menggumpal (whey) dengan cara pengepresan. Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih 2003). Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan. Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi 2001).
Komposisi kimia pada tahu dapat dilihat pada Tabel 1.2

Tabel 1.2. Komposisi kimia dalam 100 g tahu
Komposisi
Satuan
Jumlah
Energi
Kal
68
Air
g
84.8
Protein
g
7.8
Lemak
g
4.6
Karbohidrat
g
1.6
Kalsium
mg
124.0
Fosfor
mg
63.0
Besi
mg
0.8
Vitamin B1
mg
0.06
            (Direktorat Gizi Depkes RI 1981)
Proses Pengolahan Tahu dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu pembuatan susu kedelai dan koagulasi atau penggumpalan protein susu kedelai sehingga dihasilkan curd yang kemudian dipres dan dicetak menjadi tahu (Shurtleff dan Aoyagi 2001).

1.3.3.  Protein

Tahu merupakan jenis makanan yang mengandung protein nabati yang sangat tinggi. Protein (Protos) adalah senyawa organik kompleks yang terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen,nitrogen, belerang yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. ( Kirk and Othmer, 1951, White dkk, 1968). Protein pertama kali ditemukan oleh Jhons Jakob Berzelius pada tahun 1838. Protein terbentuk dari gugus-gugus asam amino yang panjang dan terdiri dari molekul-molekul besar yang mempunyai berat molekul tinggi dan bervariasi, dengan nama trivial asam 2-amino karboksilat atau asam α-amino karboksilat. Pada umumnya, asam amino mngandung tiga gugus yaitu gugus alkil (-R), amino (-NH2) dan karboksilat (-COOH). Protein dapat dibagi menjadi empat golongan berdasarkan strukturnya antara lain struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener. Struktur protein secara umum adalah sebagai berikut :

 
a.        Struktur primer
            Asam amino dapat membentuk rantai karena gugus amino (–NH2) suatu asam amino dapat bereaksi dengan gugus karboksilat (–COOH) pada asam amino lainnya. Molekul rantai yang terbentuk dinamakan peptida. Urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida disebut sebagai struktur primer protein. Struktur tersebut adalah sebagai berikut :


a.        Struktur Sekunder

            Struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Ada dua struktur sekunder utama yaitu alfa-helix dan beta-sheet.  Struktur sekunder adalah sebagai berikut :

 

b.        Struktur Tersier
Struktur tersier merupakan gabungan dari aneka ragam struktur sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Struktur ini distabilkan oleh empat macam ikatan yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen dan ikatan hidrofobik. Struktur tersier mudah larut didalam air karena gugus yang bersifat non polar akan bersembunyi didalam dan gugus yang bersifat polar berada di luar.  Ikatan yang dibentuk oleh struktur tersier ini juga sangat lemah, mudah terputus sehingga menjadi ikatan sekunder dan tidak dapat larut didalam air.



c.         Struktur kuartener

Struktur kuartener adalah gabungan dari struktur tersier. Struktur ini memiliki dua atau lebih struktur tersier protein yang akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur ini adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik. Struktur kuarterner juga mempunyai ikatan yang tidak kuat dan mudah terputus sehingga menjadi ikatan sekunder dan tidak dapat larut didalam air. Salah satu contohnya adalah hemoglobin. 

            Sifat – sifat protein antara lain browning dan denaturasi. Browning merupakan reaksi pencoklatan enzimatis serta non enzimatis. Protein yang mengalami browning akan memberikan perubahan warna menjadi coklat. Contoh pencoklatan enzimatis terlihat pada buah-buah juga sayuran yang mengandung zat fenolik. Semenetara itu, contoh untuk pencoklatan non enzimatis ada pada karamelisasi gula.  Protein juga dapat terdenaturasi yaitu suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen atau peptida. Denaturasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Sumardjo, 2008). Protein yang mengalami denaturasi akan memberikan berbagai perubahan dalam beberapa hal yaitu :
a.       Ikatan peptida protein lebih mudah diserang enzim proteolitik.
b.      Penurunan kelarutan.
c.       Aktivitas biologis sebagai enzim turun atau hilang sama sekali.
d.      Kristalisasi tidak mungkin lagi terjadi.
e.       Viskositas naik.                                                                (Djoko Wibowo, 1991)

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap denaturasi protein adalah suhu, pH dan pelarut.
a.       Suhu
Suhu yang tinggi akan mengakibatkan denaturasi protein, yaitu proses pemutusan ikatan rantai polipeptida suatu molekul protein. Sehingga protein akan menggumpal. Protein yang terdenaturasi ini akan berkurang kelarutannya. Protein mulai mengalami denaturasi pada suhu 50°C (Winarno, 1997).
b.      pH
Protein mempunyai dua gugus fungsional yang paling utama, yaitu gugus amino   (-NH2) dan asam karboksilat (-COOH). Namun kenyataannya, kedua gugus fungsi beralih rupa menjadi ion, yaitu -NH3+ dan -COO-. Maka dari itu protein bersifat zwitter ion. Dalam larutan basa (pH tinggi), molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, maka molekul protein akan bergerak menuju katoda. Menurut reaksi dengan basa :
 
Dalam larutan asam (PH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, maka molekul protein akan bergerak menuju katoda. Menurut reaksi dengan asam :

 

Pada PH tertentu yang disebut dengan titik isoelektrik (PI), muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehinggga molekul bermuatan nol. Tiap jenis protein mempunyai titik isoelektrik yang berlainan, dan pada titik isoelektrik ini, proses pengendapan paling cepat terjadi dan untuk protein nabati terletak pada PH antara 3 – 6 (Winarno, 1997). Sifat ini merupakan prinsip yang digunakan dalam berbagai proses pemurnian dan pemisahan protein.

c.       Pelarut
Dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah air (H2O). Hal ini disebabkan karena air merupakan zat yang mudah di dapat dan mempunyai kemampuan tinggi untuk melarutkan zat. Selain itu karena ikatan-ikatan yang terbentuk pada protein inilah yang mempengaruhi perubahan struktur protein bila dilarutkan dalam pelarut air. Karena kemampuan yang tinggi dalam melarutkan, air dinamakan sebagai “pelarut universal”. Perbandingan pelarut air terhadap zat terlarut juga berpengaruh terhadap denaturasi protein. Semakin banyak pelarut yang ditambahkan, semakin sedikit protein yang terdenaturasi.
d.      Waktu
Makin lama waktu pemanasan, makin banyak protein yang terdenaturasi karena semakin lama kesempatan untuk saling bertumbukan antara molekul-molekul. Tetapi apabila terlalu lama, waktu tidak lagi berpengaruh terhadap proses denaturasi protein.

1.4.       Batasan Masalah

           Pada penelitian ini batasan-batasan yang digunakan adalah  :
1.    Bahan baku yang digunakan adalah biji turi sebanyak 50 gr.
2.      Pelarut yang digunakan adalah H2O sebanyak 800 ml.
3.      Pembuatan tahu dilakukan pada suhu (50 – 75) °C, pH 3,5 - 6 selama (10 – 60) menit.

1.5.       Hipotesis

1.      Semakin tinggi suhu, protein yang terdenaturasi semakin banyak sehingga kadar protein pada tahu biji turi semakin tinggi.
2.      Semakin lama waktu pemanasan, protein yang terdenaturasi semakin banyak sehingga kadar protein pada tahu biji turi semakin tinggi.
3.      Protein terdenaturasi pada pH asam.

 

 



BAB II
PELAKSANAAN PENELITIAN


2.1.      Bahan

2.1.1.  Bahan utama

  Biji Turi didapat dari daerah Purworejo dengan kadar air 6,78%, kadar protein 38,56%,  kadar lemak 7,49% dan kadar karbohidrat 47,16 %.

2.1.2.  Bahan pendukung

            1.  H2O (air)
            2.  CH3COOH (asam asetat) 50 %

2.2.      Rangkaian Alat

 


2.3.       Cara Kerja 

            Biji turi dianalisis kadar air, lemak dan proteinnya. Biji turi kering ditimbang sebanyak 50 gr. Kemudian biji turi direndam selama 12 jam, untuk menyerap air sehingga menghasilkan rendaman yang maksimum dan mudah menghilangkan kulit yang masih menempel pada kacang turi atau senyawa penyebab bau langu (bau khas pada tumbuh-tumbuhan). Setelah itu biji turi ditiriskan untuk mengurangi kadar airnya. Biji turi hasil rendaman dihaluskan dengan penambahan air mendidih agar menghasilkan larutan biji turi yang bebas dari bau langu. Larutan biji turi disaring untuk memisahkan ampas yang terkandung di dalam  larutan tersebut.
Larutan biji turi dimasukkan ke dalam panci. Kemudian  dipanaskan menggunakan waterbath serta diaduk secara perlahan dengan variasi suhu (50; 55; 60; 65; 70; 75) °C dan variasi waktu (10;20;30;40;50; 60) menit. Waktu pemanasan dimulai saat suhu yang diinginkan tercapai.  Larutan tersebut ditambahkan asam asetat 50 %  untuk pengaturan PH secara variatif yaitu (3; 4; 4,5; 5; 5,5; 6). Gumpalan yang terjadi disaring dengan kain saring dan dimasukkan ke dalam cetakan yang berlubang-lubang dibagian bawah dan sampingnya sambil ditekan selama 1 jam dengan beban seberat 5 kg. Setelah itu, tahu yang terbentuk dianalis kadar proteinnya.
           

2.4.      Diagram alir proses pembuatan tahu





Keterangan :                Analisis I         :  Kadar air, lemak, protein dan karbohidrat
Analisis II       :  Kadar protein




HASIL DAN PEMBAHASAN




            Analisis kadar protein dilakukan pada tahu biji turi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap denaturasi protein antara lain suhu, pH, pelarut dan waktu. Sehingga variabel yang dimanipulasi di dalam penelitian ini antara lain variabel waktu, pH dan suhu.



Data percobaan:

Berat bahan baku           : 50 gram

Suhu pemanasan            : 65 0C
pH                                  : 4,5
volume pelarut               : 800 ml
Pengaruh waktu terhadap kadar protein dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pengaruh Waktu Pemanasan terhadap Kadar Protein
 
Waktu
Kadar protein
(Menit)
(%)
10
7.58
20
8.75
30
10.10
40
9.49
50
8.11
60
6.92




Gambar 3.1. Pengaruh Waktu Pemanasan terhadap Kadar Protein
Dari gambar 3.1, dapat dilihat bahwa pada waktu 10 – 30 menit, kadar protein mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pemanasan, makin banyak protein yang terdenaturasi dan makin tinggi kadar protein bebas air yang diperoleh karena semakin lama kesempatan untuk saling bertumbukan antara molekul-molekul. Tetapi, waktu pemanasan di atas 30 menit, kadar protein mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pemanasan yang terlalu lama mengakibatkan protein rusak. Winarno (1997) menyatakan bahwa larutan protein yang mengalami kerusakan sebagai akibat pemanasan, larutan tidak lagi terdispersi terhadap koloid dan partikel-partikel tersebut cenderung terpisah dan mengendap ketika didiamkan. Dari hasil penelitian, di peroleh kadar protein optimum sebesar 10,10 % pada waktu pemanasan selama 30 menit dengan persentase   kesalahan   rata  -  rata   sebesar   2,49   %.   Persamaan   yang   didapat   adalah
p = -0,0041 t2 + 0,267 t + 5,2939, dimana ;
p = kadar protein (%)
t = waktu (menit)

1.2.              Variabel pH



Data percobaan:

Berat bahan baku                   : 50 gram
Suhu pemanasan                    : 65 0C
Waktu pemanasan                 : 30 menit
volume pelarut                       : 800 ml
Pengaruh waktu terhadap kadar protein dapat dilihat pada tabel 3.2.


Tabel 3.2. Pengaruh pH terhadap Kadar Protein
pH
Kadar Protein (%)
3,5
8,62
4
9,52
4,5
10,10
5
9,16
5,5
7,96
6
7,21
           

Gambar3. 2. Pengaruh pH terhadap Kadar Protein

Titik isoelektrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia mempunyai erat hubungannya dengan pH isoelektrik. Penggumpalan protein hanya terjadi pada larutan yang berada pada titik isoelektrik. Dari gambar 3.2., menunjukan bahwa pada pH 3,5 – 4,5 kadar protein meningkat. Hal ini disebabkan pada titik isoelektrik, daya kelarutan protein adalah minimum sehingga protein akan banyak menggumpal dan hasil protein yang diperoleh maksimum. Sedangkan pada pH lebih dari 4,5,  kadar protein menurun. Hal ini disebabkan karena pada pH lebih dari 4,5, daya kelarutan protein terhadap air meningkat sehingga protein yang menggumpal semakin berkurang. Dari hasil penelitian, di peroleh kadar protein optimum sebesar 10,10 % pada pH 4,5 dengan persentase kesalahan rata - rata  sebesar 2,83 %.  Persamaan  yang   didapat   adalah
p = -1,0941 a2 + 9,6698 a  – 11,684, dimana ;
p     = kadar protein (%)
a     = pH (derajat keasaman)




3.3.   Variabel Suhu

Data percobaan:
Berat bahan baku                 : 50 gram
Waktu pemanasan                : 30 menit
pH                                        : 4,5
volume pelarut                     : 800 ml
Pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar protein dapat dilihat pada tabel 3.3. 

Suhu (°C)
Kadar Protein (%)
30
Belum menggumpal
40
Belum menggumpal
50
Belum menggumpal
60
9,72
65
10,10
70
9,54
75
9,33
80
8,52

 

Gambar 3.3. Pengaruh Suhu Pemanasan terhadap Kadar Protein


Protein akan mengalami penggumpalan apabila dipanaskan pada suhu 50° C atau lebih (Winarno, 1997). Pada penelitian ini, tahu tidak dapat terbentuk pada suhu pemanasan  dibawah 50 0C karena pada suhu yang rendah protein belum mengalami penggumpalan dan belum terdenaturasi karena ikatan molekul pada protein tidak mengalami perubahan dan tidak terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Dari gambar 3.3, terlihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, maka protein yang menggumpal semakin sedikit. Hal ini disebabkan  semakin tinggi suhu, maka protein terlarut terhadap air bertambah sehingga yang menggumpal semakin sedikit. Jadi, suhu optimum untuk penggumpalan protein tahu turi adalah 65° C Kadar protein tertinggi diperoleh pada suhu 65 °C. Pada kondisi ini diperoleh kadar protein sebesar 10,1 % dan persentase kesalahan sebesar 2,63 % dengan mengikuti persamaan p = -0,0059 T 2 + 0,7561 T – 14,497 dengan :
p = kadar protein (%)
T = suhu (°C)

BAB IV
 KESIMPULAN DAN SARAN



4.1       Kesimpulan

            Biji turi dapat dibuat menjadi tahu. Kadar protein tahu  biji turi dipengaruhi oleh pH, suhu dan lamanya waktu pemanasan pada proses pembentukan tahu. Dari hasil penelitian, diperoleh kadar protein optimum sebesar 10,10 % dengan suhu pemanasan 65 0C, waktu 30 menit dan pH 4,5.

4.2.      Saran

1.      Perlu dilakukan uji organoleptik untuk menentukan rasa, warna dan bau pada tahu biji turi.
2.      Perlu penambahan zat pewarna dan aroma karena tahu turi berwarna coklat sehingga tahu biji turi lebih di gemari masyarakat.
3.      Rasa asam pada tahu biji turi dapat dihilangkan dengan perendaman dalam air kapur atau air mendidih selama beberapa jam.