Hasil penelitian yang ku lakukan di laboratorium Bahan Makanan, Teknik Kimia yang kulakukan bersama partner ku Patriotama Alex El Nino.
Laporan penlitian ini sudah lama kita seminarkan dan sudah di revisi,\.
Kali ini mau ku bagikan kepada pembaca Blog ku.
Kiranya bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan kalian semua
"karena Belajar Bisa dimana saja dan dari mana saja sumbernya "
LAPORAN
SEMINAR PENELITIAN
PEMBUATAN
TAHU DARI BIJI TURI (Sesbania grandiflora)
Disusun
Oleh :
Maria Oktaviani Da Ula / 121090025
Patriotama Alex El Nino /121090167
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN
PEMBUATAN TAHU DARI BIJI TURI (Sesbania grandiflora)
Disusun oleh :
Maria Oktaviani Da Ula / 121090025
Patriotama Alex El Nino /121090167
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Endang Sulistyowati,
MT Ir. Gunarto,
MS
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmatnya, sehingga penyususn
dapat melaksanakan penelitian dan dapat menyusun laporan penelitian. Penelitian
ini merupakan serangkaian tugas akhir yang harus dilaksanakan oleh setiap
mahasiswa sebagai salah satu syarat selesainya tugas belajar tingkat strata I
di program studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Penulisan laporan penelitian ini dapat
diselesaikan tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari banyak pihak
yang sangat berarti bagi penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
Ir. Endang Sulistyowati, MT, selaku
dosen pembimbing pertama
2.
Ir. Gunarto, MS, selaku dosen pembimbing
kedua
3.
Kepala lab. Bidang makanan dan seluruh staf
lab. bidang makanan yang telah mengizinkan memakai lab. Bidang makanan dan
membantu hingga selesainya penelitian ini.
4.
Orang tua penulis yang telah memberikan
dukungan moral dan material
5.
Teman-teman angkatan 2009 Teknik Kimia UPN
“V” Yogyakarta yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis.
Yogyakarta, Oktober 2014
Penulis
INTISARI
Bahan
makanan mengandung protein banyak didapat dari hewani dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu jenis makanan yang mengandung
protein adalah tahu yang terbuat dari kacang kedelai. Namun akhir-akhir ini
harga kedelai melambung tinggi di pasaran akibat naiknya harga dolar terhadap
rupiah dan kurangnya kebijakan pemerintah dalam menangani konsumsi kedelai
dalam negeri, menyebabkan harga kedelai melambung tinggi. Untuk menjawab
kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang mengandung protein,
biji turi dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kacang kedelai. Biji
turi mengandung protein yang cukup tinggi ± 38,56 %. Dengan kandungan protein
yang cukup tinggi biji turi dapat diolah menjadi tahu.
Biji turi sebelum diolah menjadi
tahu dianalisis kadar air, lemak dan proteinnya. Biji turi kering ditimbang
sebanyak 50 gr, kemudian direndam selama 12 jam untuk menghilangkan bau langu
(bau khas pada tumbuh-tumbuhan). Biji turi ditiriskan untuk mengurangi kadar
airnya. Biji turi hasil rendaman dihaluskan dengan penambahan air sebanyak 800
ml. Larutan biji turi disaring untuk memisahkan ampas yang terkandung didalam
larutan tersebut. Kemudian, larutan biji turi dipanaskan serta diaduk secara perlahan dengan variasi suhu (50; 55; 60; 65; 70; 75) °C dan variasi waktu (10; 20; 30; 40; 50; 60)
menit. Waktu pemanasan dimulai saat suhu yang diinginkan tercapai. Larutan tersebut ditambahkan asam asetat 50
% untuk pengaturan PH secara variatif
yaitu (3; 4; 4,5; 5; 5,5; 6). Gumpalan yang terbentuk dari pemanasan larutan
biji turi disaring dengan kain saring dan dimasukkan ke dalam cetakan yang
berlubang-lubang dibagian bawah dan sampingnya sambil ditekan selama 1 jam
dengan beban seberat 5 kg. Setelah itu, tahu yang terbentuk dianalis kadar
proteinnya
Dari
hasil analisis tahu biji turi diperoleh waktu pemanasan optimum adalah 30
menit, derajat keasaman (pH) optimum penggumpalan adalah 4,5, suhu optimum
penggumpalan protein tahu adalah 65°C dengan kadar protein sebesar 10,10%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan makanan yang
mengandung protein banyak didapatkan dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Harga
bahan makanan yang mengandung protein hewan tergolong mahal sehingga masyarakat
lebih memilih mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung protein nabati. Di
kalangan masyarakat kebutuhan protein nabati banyak
didapatkan dari makanan olahan yang berbahan baku kacang kedelai. Dengan
naiknya harga dolar terhadap rupiah dan kurangnya kebijakan pemerintah dalam
menangani konsumsi kedelai dalam negeri, membuat harga kedelai melambung tinggi. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan kedelai
dalam negeri, pemerintah harus mengimpor
kedelai dari luar negeri.
Untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang mengandung protein, biji turi dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti kacang kedelai. Protein yang terdapat
pada biji turi lebih tinggi dari pada protein
yang terdapat pada kacang kedelai, kacang mohr dan kacang tunggak (Handjani, 1994). Biji turi
mengandung protein sebesar 36,21 %.
Sehingga biji turi bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan makanan yang
mengandung protein tinggi. Pohon turi (Sesbania grandiflora) banyak terdapat
di daerah iklim tropis. Di Indonesia biji turi dibiarkan begitu saja dan kurang
dimanfaatkan karena ketidaktahuan masyarakat terhadap kandungan protein yang
banyak terdapat pada biji turi. Selama ini tahu terbuat dari kacang kedelai. Tahu merupakan bentuk variasi olahan makanan yang
mengandung protein nabati yang
tinggi, sehingga bisa dikonsumsi oleh vegetarian. Selain itu tahu bisa dimanfaatkan untuk
memulihkan kesehatan bagi penderita tekanan darah tinggi dan diabetes. Dalam
penelitian ini tahu dibuat
dari biji turi, dengan
harapan dapat memenuhi kebutuhan protein dalam masyarakat.
1.2. Tujuan Penelitian
Membuat
tahu dari biji turi dengan variabel waktu, pH dan suhu. Sehingga menghasilkan
tahu dengan kadar protein yang optimum.
1.3. Tinjauan Pustaka
1.3.1. ` Biji Turi
Biji Turi yang berasal dari pohon turi (Sesbania
grandiflora) banyak tumbuh di wilayah yang beriklim tropis
khusunya di kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia, pohon turi mempunyai banyak manfaat
mulai dari akar, batang, daun hingga biji turi sehingga banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat. Namun biji
turi kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Biji turi termasuk jenis
kacang-kacangan yang berbiji bulat berwarna kecoklatan. Pemanfaatan biji turi
masih sangat sedikit. Biji turi yang sudah tua hanya dibiarkan berjatuhan.
Kualitas biji turi ditentukan oleh kadar air yang terkandung didalamnya. Biji
turi yang kering di pohon dinyatakan mempunyai kualitas yang lebih baik dari
pada biji turi yang dikeringkan oleh manusia,(anekaplanta.wordpress.com)
Biji turi tidak dimanfaatkan oleh masyarakat
karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kandungan nilai gizi pada
kacang turi. Biji turi memiliki kandungan protein yang tinggi dan baik bagi
kebutuhan tubuh manusia. Berikut
lampiran beberapa jenis pangan sumber protein nabati
(perbandingan
kandungan 100 gram)
No
|
Parameter
|
Biji
Turi (%)
|
Kacang
Kedelai (%)
|
Kacang
Kor
(%)
|
Kacang
Tunggak
(%)
|
Kacang
Hijau
(%)
|
Kacang
Bogor
(%)
|
1
|
Air
|
10,14
|
7.5
|
67
|
11
|
10
|
10
|
2
|
Lemak
|
7,10
|
18.1
|
0,7
|
1,1
|
1,2
|
6,0
|
4
|
Protein
|
36,21
|
34,9
|
8,3
|
22,9
|
22,2
|
16
|
4
|
Kalsium
|
0.90
|
0,23
|
-
|
0,077
|
0,127
|
-
|
(Handjani,
1994)
Dari data tabel 1.1. di atas, dapat diketahui
perbandingan kandungan nilai gizi. Kandungan protein di dalam biji turi lebih
tinggi dibandingkan kacang lainnya. Biji turi dapat diolah sebagai bahan
makanan yang mengandung protein yang baik bagi tubuh.
1.3.2. Tahu
Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi
yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco.
Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina.
Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan
Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi (Shurtleff dan Aoyagi 2001).
Kata tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu, teu-hu/tokwa.
Kata tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu, orang menggunakan
kacang kedelai kuning (putih) yang disebut wong-teu (wong =
kuning). Hu/kwa itu artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua istilah
itu digabungkan menjadi tahu. Pengertian tahu adalah makanan yang terbuat dari
kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi bubur (http://tautauenak.wordpress.com).
Tahu adalah suatu produk makanan berupa
padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycne max)
dengan prinsip pengendapan protein, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang
diizinkan (SNI 1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu
adalah gumpalan protein dari susu kedelai yang telah dipisahkan dari bagian
yang tidak menggumpal (whey) dengan cara pengepresan. Tahu terdiri dari
berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu
keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih 2003). Perbedaan dari berbagai jenis
tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang
digunakan. Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar
protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU
sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga mempunyai daya cerna yang
sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air
sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar
95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi
hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan
(Shurtleff dan Aoyagi 2001).
Komposisi kimia pada tahu dapat dilihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2. Komposisi kimia dalam 100 g tahu
Komposisi
|
Satuan
|
Jumlah
|
Energi
|
Kal
|
68
|
Air
|
g
|
84.8
|
Protein
|
g
|
7.8
|
Lemak
|
g
|
4.6
|
Karbohidrat
|
g
|
1.6
|
Kalsium
|
mg
|
124.0
|
Fosfor
|
mg
|
63.0
|
Besi
|
mg
|
0.8
|
Vitamin B1
|
mg
|
0.06
|
(Direktorat
Gizi Depkes RI 1981)
Proses Pengolahan Tahu dibagi menjadi dua
bagian utama, yaitu pembuatan susu kedelai dan koagulasi atau penggumpalan
protein susu kedelai sehingga dihasilkan curd yang kemudian dipres dan dicetak
menjadi tahu (Shurtleff dan Aoyagi 2001).
1.3.3. Protein
Tahu
merupakan jenis makanan yang mengandung protein nabati yang sangat tinggi.
Protein (Protos) adalah senyawa
organik kompleks yang terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen,nitrogen,
belerang yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. ( Kirk and
Othmer, 1951, White dkk, 1968). Protein pertama kali ditemukan oleh Jhons Jakob
Berzelius pada tahun 1838. Protein
terbentuk dari gugus-gugus asam amino yang panjang dan terdiri dari
molekul-molekul besar yang mempunyai berat molekul tinggi dan bervariasi,
dengan nama trivial asam 2-amino karboksilat atau asam α-amino karboksilat.
Pada umumnya, asam amino mngandung tiga gugus yaitu gugus alkil (-R), amino (-NH2)
dan karboksilat (-COOH). Protein dapat dibagi menjadi empat golongan
berdasarkan strukturnya antara lain struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener.
Struktur protein secara umum adalah sebagai berikut :
a.
Struktur primer
Asam amino
dapat membentuk rantai karena gugus amino (–NH2) suatu asam amino
dapat bereaksi dengan gugus karboksilat (–COOH) pada asam amino lainnya.
Molekul rantai yang terbentuk dinamakan peptida. Urutan asam amino penyusun
protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida disebut sebagai struktur primer
protein. Struktur tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Struktur Sekunder
Struktur
sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian
asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Ada
dua struktur sekunder utama yaitu alfa-helix dan beta-sheet. Struktur sekunder adalah sebagai berikut :
b. Struktur Tersier
Struktur tersier merupakan gabungan dari aneka ragam struktur sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Struktur ini distabilkan oleh empat macam ikatan yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen dan ikatan hidrofobik. Struktur tersier mudah larut didalam air karena gugus yang bersifat non polar akan bersembunyi didalam dan gugus yang bersifat polar berada di luar. Ikatan yang dibentuk oleh struktur tersier ini juga sangat lemah, mudah terputus sehingga menjadi ikatan sekunder dan tidak dapat larut didalam air.
c.
Struktur kuartener
Struktur kuartener adalah gabungan dari struktur tersier. Struktur ini memiliki dua atau lebih struktur tersier protein yang akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur ini adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik. Struktur kuarterner juga mempunyai ikatan yang tidak kuat dan mudah terputus sehingga menjadi ikatan sekunder dan tidak dapat larut didalam air. Salah satu contohnya adalah hemoglobin.
Sifat – sifat protein antara lain browning dan denaturasi. Browning merupakan reaksi pencoklatan enzimatis serta non enzimatis. Protein yang mengalami browning akan
memberikan perubahan warna menjadi coklat. Contoh pencoklatan enzimatis
terlihat pada buah-buah juga sayuran yang mengandung zat fenolik. Semenetara
itu, contoh untuk pencoklatan non enzimatis ada pada karamelisasi gula. Protein juga dapat terdenaturasi yaitu suatu
perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener
molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen atau peptida. Denaturasi juga dapat
diartikan sebagai suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Sumardjo,
2008). Protein yang mengalami denaturasi akan memberikan berbagai perubahan
dalam beberapa hal yaitu :
a. Ikatan
peptida protein lebih mudah diserang enzim proteolitik.
b. Penurunan
kelarutan.
c. Aktivitas
biologis sebagai enzim turun atau hilang sama sekali.
d. Kristalisasi
tidak mungkin lagi terjadi.
e. Viskositas
naik. (Djoko
Wibowo, 1991)
Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap denaturasi protein adalah suhu, pH dan
pelarut.
a. Suhu
Suhu yang tinggi akan mengakibatkan denaturasi
protein, yaitu proses pemutusan ikatan rantai polipeptida suatu molekul
protein. Sehingga protein akan menggumpal. Protein yang terdenaturasi ini akan
berkurang kelarutannya. Protein mulai mengalami denaturasi pada suhu 50°C (Winarno,
1997).
b. pH
Protein mempunyai dua gugus fungsional yang
paling utama, yaitu gugus amino (-NH2)
dan asam karboksilat (-COOH). Namun kenyataannya, kedua gugus fungsi beralih rupa
menjadi ion, yaitu -NH3+ dan
-COO-. Maka dari itu protein
bersifat zwitter ion. Dalam larutan basa (pH tinggi), molekul
protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Bila pada kondisi
ini dilakukan elektrolisis, maka molekul protein akan bergerak menuju katoda.
Menurut reaksi dengan basa :
Dalam
larutan asam (PH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga
protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, maka
molekul protein akan bergerak menuju katoda. Menurut reaksi dengan asam :
Pada PH
tertentu yang disebut dengan titik isoelektrik (PI), muatan gugus amino dan
karboksil bebas akan saling menetralkan sehinggga molekul bermuatan nol. Tiap
jenis protein mempunyai titik isoelektrik yang berlainan, dan pada titik
isoelektrik ini, proses pengendapan paling cepat terjadi dan untuk protein nabati terletak pada PH
antara 3 – 6 (Winarno, 1997). Sifat ini merupakan prinsip yang digunakan dalam
berbagai proses pemurnian dan pemisahan protein.
c.
Pelarut
Dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah air (H2O). Hal ini
disebabkan karena air merupakan zat yang mudah di dapat dan mempunyai kemampuan
tinggi untuk melarutkan zat. Selain itu karena ikatan-ikatan yang terbentuk
pada protein inilah yang mempengaruhi perubahan struktur protein bila dilarutkan
dalam pelarut air. Karena kemampuan yang tinggi dalam melarutkan, air dinamakan sebagai “pelarut universal”.
Perbandingan pelarut air terhadap
zat terlarut juga berpengaruh terhadap denaturasi protein. Semakin banyak
pelarut yang ditambahkan, semakin sedikit protein yang terdenaturasi.
d. Waktu
Makin lama waktu pemanasan, makin banyak
protein yang terdenaturasi karena semakin lama kesempatan untuk saling
bertumbukan antara molekul-molekul. Tetapi apabila terlalu lama, waktu tidak
lagi berpengaruh terhadap proses denaturasi protein.
1.4. Batasan Masalah
Pada penelitian ini batasan-batasan yang
digunakan adalah :
1. Bahan baku yang digunakan adalah biji turi
sebanyak 50 gr.
2. Pelarut
yang digunakan adalah H2O sebanyak 800 ml.
3. Pembuatan
tahu dilakukan pada suhu (50 – 75) °C, pH 3,5 - 6 selama (10 – 60) menit.
1.5. Hipotesis
1. Semakin
tinggi suhu, protein yang terdenaturasi semakin banyak sehingga kadar protein
pada tahu biji turi semakin tinggi.
2. Semakin
lama waktu pemanasan, protein yang terdenaturasi semakin banyak sehingga kadar
protein pada tahu biji turi semakin tinggi.
3. Protein
terdenaturasi pada pH asam.
BAB II
PELAKSANAAN
PENELITIAN
2.1. Bahan
2.1.1. Bahan utama
Biji Turi didapat dari daerah Purworejo dengan
kadar air 6,78%, kadar protein 38,56%,
kadar lemak 7,49% dan kadar karbohidrat 47,16 %.
2.1.2. Bahan pendukung
1. H2O (air)
2. CH3COOH (asam asetat) 50 %
2.2. Rangkaian Alat
2.3. Cara Kerja
Biji
turi dianalisis kadar air, lemak dan proteinnya. Biji turi kering ditimbang
sebanyak 50 gr. Kemudian biji turi direndam selama 12 jam, untuk menyerap air
sehingga menghasilkan rendaman yang maksimum dan mudah menghilangkan kulit yang
masih menempel pada kacang turi atau senyawa penyebab bau langu (bau khas pada
tumbuh-tumbuhan). Setelah itu biji turi ditiriskan untuk mengurangi kadar
airnya. Biji turi hasil rendaman dihaluskan dengan penambahan air mendidih agar
menghasilkan larutan biji turi yang bebas dari bau langu. Larutan biji turi
disaring untuk memisahkan ampas yang terkandung di dalam larutan tersebut.
Larutan biji turi dimasukkan ke dalam panci.
Kemudian dipanaskan menggunakan waterbath serta diaduk secara perlahan dengan
variasi suhu (50; 55; 60; 65; 70; 75) °C dan variasi waktu (10;20;30;40;50; 60)
menit. Waktu
pemanasan dimulai saat suhu yang diinginkan tercapai. Larutan tersebut ditambahkan asam asetat 50
% untuk pengaturan PH secara variatif
yaitu (3; 4; 4,5; 5; 5,5; 6). Gumpalan yang terjadi disaring dengan kain saring
dan dimasukkan ke dalam cetakan yang berlubang-lubang dibagian bawah dan
sampingnya sambil ditekan selama 1 jam dengan beban seberat 5 kg. Setelah itu,
tahu yang terbentuk dianalis kadar proteinnya.
2.4. Diagram alir proses pembuatan tahu
Keterangan : Analisis
I : Kadar air, lemak, protein dan karbohidrat
Analisis II : Kadar
protein
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Analisis kadar protein dilakukan
pada tahu biji turi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap denaturasi protein
antara lain suhu, pH, pelarut dan waktu. Sehingga variabel yang dimanipulasi di
dalam penelitian ini antara lain variabel waktu, pH dan suhu.
Data
percobaan:
Berat bahan baku : 50 gram
Suhu
pemanasan : 65 0C
pH : 4,5
volume
pelarut : 800 ml
Pengaruh
waktu terhadap kadar protein dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pengaruh Waktu Pemanasan
terhadap Kadar Protein
Waktu
|
Kadar protein
|
(Menit)
|
(%)
|
10
|
7.58
|
20
|
8.75
|
30
|
10.10
|
40
|
9.49
|
50
|
8.11
|
60
|
6.92
|
Gambar 3.1. Pengaruh Waktu
Pemanasan terhadap Kadar Protein
Dari gambar 3.1, dapat dilihat bahwa pada waktu 10 – 30 menit,
kadar protein mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu
pemanasan, makin banyak protein yang terdenaturasi dan makin tinggi kadar
protein bebas air yang diperoleh karena semakin lama kesempatan untuk saling bertumbukan antara
molekul-molekul. Tetapi, waktu pemanasan di atas 30 menit, kadar
protein mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pemanasan yang terlalu
lama mengakibatkan protein rusak. Winarno (1997) menyatakan bahwa larutan
protein yang mengalami kerusakan sebagai akibat pemanasan, larutan tidak lagi
terdispersi terhadap koloid dan partikel-partikel tersebut cenderung terpisah
dan mengendap ketika didiamkan. Dari hasil penelitian, di peroleh kadar protein
optimum sebesar 10,10 % pada waktu pemanasan selama 30 menit dengan persentase kesalahan
rata - rata
sebesar
2,49 %. Persamaan
yang
didapat
adalah
p = -0,0041 t2 + 0,267 t + 5,2939,
dimana ;
p = kadar protein (%)
t = waktu (menit)
1.2. Variabel pH
Data
percobaan:
Berat bahan baku : 50
gram
Suhu
pemanasan : 65 0C
Waktu
pemanasan : 30 menit
volume
pelarut : 800 ml
Pengaruh
waktu terhadap kadar protein dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Pengaruh pH terhadap Kadar
Protein
pH
|
Kadar Protein (%)
|
3,5
|
8,62
|
4
|
9,52
|
4,5
|
10,10
|
5
|
9,16
|
5,5
|
7,96
|
6
|
7,21
|
Gambar3. 2. Pengaruh
pH terhadap Kadar Protein
Titik isoelektrik protein mempunyai arti penting karena pada
umumnya sifat fisika dan kimia mempunyai erat hubungannya dengan pH
isoelektrik. Penggumpalan protein hanya terjadi pada larutan yang berada pada
titik isoelektrik. Dari gambar 3.2., menunjukan bahwa pada pH 3,5
– 4,5 kadar protein meningkat. Hal ini disebabkan pada titik isoelektrik, daya kelarutan protein
adalah minimum sehingga protein akan banyak menggumpal dan hasil protein yang
diperoleh maksimum. Sedangkan pada pH lebih dari 4,5, kadar protein menurun. Hal ini disebabkan
karena pada pH lebih dari 4,5, daya kelarutan protein terhadap air meningkat
sehingga protein yang menggumpal semakin berkurang. Dari hasil penelitian, di
peroleh kadar protein optimum sebesar 10,10 % pada pH 4,5 dengan persentase kesalahan
rata - rata sebesar 2,83 %. Persamaan yang didapat adalah
p = -1,0941 a2 +
9,6698 a – 11,684, dimana ;
p = kadar protein (%)
a = pH (derajat keasaman)
3.3. Variabel Suhu
Data
percobaan:
Berat bahan baku : 50 gram
Berat bahan baku : 50 gram
Waktu
pemanasan : 30 menit
pH : 4,5
volume
pelarut : 800 ml
Pengaruh
suhu pemanasan terhadap kadar protein dapat dilihat pada tabel 3.3.
Suhu (°C)
|
Kadar Protein (%)
|
30
|
Belum
menggumpal
|
40
|
Belum
menggumpal
|
50
|
Belum
menggumpal
|
60
|
9,72
|
65
|
10,10
|
70
|
9,54
|
75
|
9,33
|
80
|
8,52
|
Gambar 3.3. Pengaruh
Suhu Pemanasan terhadap Kadar Protein
Protein akan mengalami penggumpalan apabila
dipanaskan pada suhu 50° C atau lebih (Winarno, 1997). Pada penelitian ini, tahu tidak dapat terbentuk
pada suhu pemanasan dibawah 50 0C
karena pada suhu yang rendah protein belum mengalami penggumpalan dan belum
terdenaturasi karena ikatan molekul pada protein tidak mengalami perubahan dan
tidak terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Dari gambar
3.3, terlihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, maka protein yang menggumpal
semakin sedikit. Hal ini disebabkan
semakin tinggi suhu, maka protein terlarut terhadap air bertambah
sehingga yang menggumpal semakin sedikit. Jadi, suhu optimum untuk penggumpalan
protein tahu turi adalah 65° C Kadar protein tertinggi diperoleh pada suhu 65
°C. Pada kondisi ini diperoleh kadar protein sebesar 10,1 % dan persentase
kesalahan sebesar 2,63 % dengan mengikuti persamaan p = -0,0059 T 2
+ 0,7561 T – 14,497 dengan :
p = kadar protein (%)
T = suhu (°C)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Biji turi dapat
dibuat menjadi tahu. Kadar protein tahu
biji turi dipengaruhi oleh pH, suhu dan lamanya waktu pemanasan pada
proses pembentukan tahu. Dari hasil penelitian, diperoleh kadar protein optimum
sebesar 10,10 % dengan suhu pemanasan 65 0C, waktu 30 menit dan pH
4,5.
Biji turi dapat
dibuat menjadi tahu. Kadar protein tahu
biji turi dipengaruhi oleh pH, suhu dan lamanya waktu pemanasan pada
proses pembentukan tahu. Dari hasil penelitian, diperoleh kadar protein optimum
sebesar 10,10 % dengan suhu pemanasan 65 0C, waktu 30 menit dan pH
4,5.
4.2. Saran
1. Perlu
dilakukan uji organoleptik untuk menentukan rasa, warna dan bau pada tahu biji
turi.
2. Perlu
penambahan zat pewarna dan aroma karena tahu turi berwarna coklat sehingga tahu
biji turi lebih di gemari masyarakat.
3.
Rasa asam pada tahu biji turi dapat dihilangkan
dengan perendaman dalam air kapur atau air mendidih selama beberapa jam.